Seorang anak sekolah ngambek mengunci diri di kamarnya, karena sang ayah ingkar
janji. Dulu ada janji, kalau bisa naik kelas dengan ranking 3 besar di
kelasnya, dia akan dibelikan hand phone baru yang diimpikannya. Ternyata saat
hari H, si ayah sedang krisis moneter. Maka tertundalah janji itu. Tapi si anak
terlanjur ngambek dan menuduh ayahnya ingkar janji.
Itulah gambaran sederhana sudut pandang si anak dan si ayah yang agak berbeda,
sehingga berujung si anak demo ngambek di dalam kamar.
Seorang dara jelita demo melakukan tapa brata (mogok makan) plus tapa wicara
(diam seribu bahasa), karena pas hari H ultah atau hari jadian dengan si doi,
eh, malah si doi kagak ngasih kado. Jangankan kado, SMS aja kelupaan. Bagi si
dara jelita, betapa berharganya ucapan dan kado dari orang yang sangat dia
kasihi. Bagi si cowok, mengucapkan kan bisa telat 1-2 hari, lupa kan juga bisa
karena sibuk ini ini. Sibuk ?? wah si dara jelita bisa naik pitam karena
melalaikan ultah berarti tanda gak sayang plus cinta. Haduh, si cowok gak
pernah berpikir sejauh itu.
Itulah gambaran demo yang berbeda sudut pandang juga.....
Kemudian kita melihat banyak buruh pabrik melakukan demo dengan berbaris,
berpanas ria dan melakukan orasi untuk menuntut nasib bersama mereka, seperti
kenaikan gaji, menolak PHK, menuntut pesangon, dll.
Kita juga melihat sekelompok guru kontrak melakukan demo agar mereka segera
diangkat menjadi PNS.
Kita melihat sekelompok mahasiswa melakukan demo di kampus atas tuntutan
keringanan beaya kuliah, ketertiban administrasi, dll.
Itu sekelumit demo pribadi dan atas nama kelompok di suatu lingkungan tertentu.
Bagaimana dengan demo atas nama rakyat ?
Anehnya, banyak lembaga yang mengklaim diri sebagai organisasi rakyat atau
masyarakat atau komunitas tertentu. Partai adalah organisasi rakyat yang
berpaham politik tertentu. Ormas adalah organisasi yang bergerak dalam kegiatan
kemasyarakatan. Wakil Rakyat adalah sekumpulan orang yang secara politik
dianggap mewakili rakat per satuan jumlah tertentu (misalnya 1 orang wakil
rakyat mewakili 100.000 suara rakyat yang memilihnya). Organisasi Keagamaan
adalah organisasi dari masyarakat yang beragama tertentu. Organisasi Kepemudaan
adalah organisasi yang mengatasnamakan orang muda dengan kriteria tertentu.
Organisasi Kemahasiswaan adalah organisasi yang mengatasnamakan komunitas
mahasiswa dengan kriteria tertentu (jurusan/fakultas/universitas).
Saat kita melihat aksi demo di jalanan di masa kini, banyak aksi dengan
berbagai latar belakang mencoba mengatasnamakan rakyat. Yang sering jadi
pelopor demo malah organisasi mahasiswa, yang sebenarnya keberadaan mereka
sebagai wakil kalangan mahasiswa. Atau muncul mendadak nama-nama baru yang
mengatasnamakan kelompok tertentu dan tujuan tertentu pula.
Gerakan para pelopor ini bisa menjadi pemicu bangkitnya dukungan dari berbagai
kalangan, atau malah sebaliknya, hanya sekedar menjadi aksi mereka sendiri.
Agar jadi pemicu massal, biasanya topik yang diangkat terkait permasalahan umum
yang dirasakan sebagian besar rakyat. Namun kalo topiknya terlalu subyektif,
misalnya menyalahkan seseorang tapi orang itu oleh publik masih dianggap tidak
salah, ya jalan bisa jadi blunder.
Harusnya pendemo yang mengatas namakan rakyat adalah mereka-mereka di
organisasi yang memang berakar langsung ke masyarakat secara umum. Sebut saja
misalnya Partai, Ormas dan Organisasi Keagamaan; karena anggotanya lintas umur,
suku, dan batas geografi. Sehingga di lapangan akan muncul spanduk dan slogan
dari Partai A menyuarakan apa, Partai B apa, Ormas X ingin apa, dan seterusnya.
Memang bisa saja ditambah dengan organisasi lain yang mengatasnamakan komunitas
yang lebih kecil, tapi sifatnya sebagai komplementer (pelengkap).
Mungkin, karena wakil rakyat, organisasi masyarakat dan organisasi keagamaan
dianggap kurang gesip menangkap dan bersikap pada fenomena politik terkini,
maka organisasi mahasiswa mencoba menjadi pioner atau leader dari gerakan demo
atas nama rakyat. Mungkin juga didukung oleh semangat anak muda yang ingin
selalu membela kebenaran secara cepat dan lugas.
Apapun organisasi dan dalih serta tujuan demo, saat ini kita disuguhkan oleh
praktek demo yang makin marak. Tentu eksekutif akan semakin was-was karena
selalu diawasi, bahkan sering dinilai ini itu. Entah dengan cara yang
prosedural atau tidak.
Para tokoh negeri ini juga asyik bak pemain sinetron ketika membahas masalah
bangsa, termasuk aib juga, di depan media massa nasional tanpa tedeng
aling-aling (baca: hampir tanpa sensor).
Akibat dukungan media, semua bisa berkesan beda. Misalnya, walau yang demo
hanya 10 ribu orang, seakan sudah membuat Jakarta macet, padahal aslinya
Jakarta berisi puluhan juta orang. Sungguh bukan jumlah yang proporsional.
Namun jumlah 10 ribu cukup untuk memenuhi layar TV hehe...
Misalnya, saat anggota pansus sedang bersitegang. Padahal mereka hanya 20an
orang, sedang total wakil rakyat ada ratusan. Maka apapun yang dilakukan 20an
orang itu bisa membawa hitam-putihnya kinerja wakil rakyat.
Akhirnya,
Demo-demo itu untuk siapa? benarkah atas nama rakyat? ataukah sebuah manuver
politik dimana sang sutradara senyum manis di balik layar? yang tahu adalah
mereka yang tahu dan Yang Maha Tahu.
sumber :www.mail-archive.com/kendal-online@yahoogroups.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar